Pemetaan Jalur Evakuasi dan Siklus Manajemen Bencana - Guntara.com

Friday 20 February 2015

Pemetaan Jalur Evakuasi dan Siklus Manajemen Bencana

Perkembangan pemahaman dan pengetahuan tentang bencana kemudian memunculkan paradigma baru penanggulangan bencana, yaitu mitigasi bencana. Dalam paradigma mitigasi, fokus perhatian terhadap penanggulangan bencana adalah pada pengurangan tingkat ancaman, intensitas dan frekuensi bencana, sehingga kerugian, kerusakan dan korban jiwa dapat dikurangi (UNDP, 2004). Contoh-contoh bentuk mitigasi antara lain pembangunan infastruktur pencegah bencana, perencanaan tata ruang, dan sebagainya.
Contoh Peta Jalur Evakuasi Tsunami Daerah Pantai Parangtritis www.guntara.com
Contoh Peta Jalur Evakuasi Tsunami Daerah Pantai Parangtritis
Perkembangan yang terjadi kemudian menyadarkan bahwa mitigasi saja tidak cukup selama masyarakat masih belum memiliki pengetahuan, kesadaran dan kesiapsiagaan terhadap bencana. Upaya mitigasi juga seringkali tidak ampuh karena bencana sering terjadi pada magnitudo yang tidak dapat ditangkal oleh produk-produk mitigasi.

Siklus manajemen bencana yang terdiri komponen mitigasi (mitigation), kesiapsiagaan (preparedness), respon (response/tanggap darurat), recovery (pemulihan) yang di perlu lakukan secara utuh. Untuk lebih jelas akan dibahas keempat fase siklus manajemen bencana tersebut sebagai berikut:

Fase pertama, mitigasi: upaya untuk memperkecil dampak dari bencana, meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat. Ada 2 bentuk mitigasi yang lazim dilakukan yaitu mitigasi struktural dan mitigasi non struktural. (1) Mitigasi struktural merupakan upaya PRB dengan cara membangun lingkungan fisik dengan menggunakan rekayasa struktur, seperti pembangunan bangunan tahan gempa, pengendalian lingkungan dengan pembuatan kanal banjir, drainase, dan terasering. (2) Mitigasi non-struktural adalah upaya PRB dengan cara merubah prilaku  manusia atau proses alamiah, seperti penyusunan kebijakan, peraturan perundang-undangan, PRB, pendidikan, dan penyadaran masyarakat, modifikasi non-struktural, perubahan perilaku masyarakat.

Fase kedua, kesiapsiagaan: Merencanakan bagaimana menanggapi bencana dilakukan dalam fase ini. Hal tersebut meliputi: Merencanakan kesiapsiagaan, penilaian kerentanan, kelembagaan, Sistem informasi, basis sumberdaya, membangun sekolah siaga bencana, memasukkkan unsur PRB dalam kurikulum sekolah, Sistem peringatan dini, mekanisme tanggap, pendidikan publik dan pelatihan, kesiapan logistik, membuat rencana kontijensi, kemudian diuji coba kesiapsiagaan terhadap bencana.

Fase ketiga, Respon: Upaya memperkecil kerusakan yang disebabkan oleh bencana, Pencarian dan penyelamatan korban diantaranya: Triage korban bencana dan pemilahan korban, pemeriksaan kesehatan, dan mempersiapkan korban untuk tindakan rujukan. Selain itu juga memfungsikan pos kesehatan lapangan (rumah sakit lapangan), mendistribusikan logistik (obat-obatan, gizi, air bersih, sembako), menyediakan tempat tinggal sementara dan penanganan pos traumatik stress.

Fase keempat, Recovery: tindakan mengembalikan masyarakat ke kondisi normal. Peristiwa ini menfokuskan pada perbaikan sarana dan prasarana, yaitu: rehabilitasi dan rekonstruksi. Adapun rehabilitasi merupakan upaya untuk membantu komunitas memperbaiki rumahnya, mengembalikan fungsi pelayanan umum, perbaikan sarana transportasi, komunikasi, listrik, air bersih dan sanitasi, dan pelayanan pemulihan kesehatan. Selanjutnya rekonstruksi merupakan upaya jangka menengah dan jangka panjang seperti pembangunan kembali sarana dan prasarana, serta pemantapan kemampuan institusi pemerintah, sehingga terjadinya perbaikan fisik, social dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan komunitas pada kondisi yang sama atau lebih baik dari sebelumnya.

No comments:

Post a Comment

Berikan komentar terbaik atau pertanyaan untuk artikel di atas dan tetap setia mengunjungi "Guntara.com" dengan alamat www.guntara.com terimakasih!