Deforestasi di Indonesia, yang seringkali diasosiasikan dengan hilangnya keanekaragaman hayati dan habitat satwa liar, sesungguhnya merupakan isu fundamental yang mengancam stabilitas iklim global. Hutan hujan tropis di Nusantara, terutama di Sumatra dan Kalimantan, adalah paru-paru dunia sekaligus penyerap karbon raksasa. Ketika hutan ini dirambah dan dibakar untuk keperluan pertanian, perkebunan (terutama kelapa sawit), atau pertambangan, bukan hanya jutaan spesies yang kehilangan rumah, tetapi juga miliaran ton karbon yang tersimpan di dalamnya dilepaskan ke atmosfer. Ini mempercepat pemanasan global dan mengakibatkan efek domino yang dirasakan jauh melampaui batas geografis Indonesia.
![]() |
Deforestasi di Indonesia Bukan Sekadar Hilangnya Pohon |
Skala Kerusakan dan Dampaknya terhadap Emisi Karbon
Skala deforestasi di Indonesia sungguh mengkhawatirkan. Menurut data dari Global Forest Watch, Indonesia kehilangan sekitar 9,3 juta hektar hutan primer basah antara tahun 2002 dan 2022. Angka ini setara dengan kehilangan luas daratan sebesar provinsi Jawa Barat setiap tahunnya selama dua dekade terakhir. Hilangnya hutan ini secara langsung berkontribusi pada emisi gas rumah kaca. Penelitian menunjukkan bahwa deforestasi dan perubahan penggunaan lahan di Indonesia adalah penyumbang emisi terbesar kedua setelah sektor energi, dengan estimasi melepaskan sekitar 500 juta hingga 1 gigaton CO2 ekuivalen per tahun. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu penghasil emisi karbon terbesar di dunia.
Dampak emisi ini tidak hanya berputar pada kenaikan suhu global. Pelepasan karbon dari lahan gambut yang dikeringkan dan dibakar untuk perkebunan kelapa sawit adalah salah satu kontributor terbesar. Lahan gambut, yang secara alamiah menyimpan cadangan karbon hingga 20 kali lipat lebih banyak daripada hutan mineral biasa, menjadi "bom waktu karbon" ketika dieksploitasi. Pembakaran gambut menghasilkan asap tebal (kabut asap atau haze) yang secara rutin menyelimuti wilayah Asia Tenggara, menyebabkan masalah kesehatan serius bagi jutaan orang dan mengganggu aktivitas ekonomi.
Ancaman terhadap Keanekaragaman Hayati dan Jasa Ekosistem
Selain dampak iklim, deforestasi mengancam keanekaragaman hayati yang tak ternilai. Indonesia adalah salah satu negara dengan megabiodiversity terbesar di dunia, rumah bagi sekitar 17% dari seluruh spesies di Bumi, termasuk spesies endemik seperti orangutan Sumatra, harimau Sumatra, dan badak Jawa. Ketika hutan hancur, habitat mereka hilang, mendorong banyak spesies ke ambang kepunahan.
Hilangnya hutan juga berarti hilangnya jasa ekosistem vital yang disediakan alam secara gratis. Hutan bertindak sebagai penjaga air alami, mencegah erosi tanah, dan mengurangi risiko banjir serta tanah longsor. Sebuah studi yang diterbitkan di Nature Climate Change pada tahun 2023 memperkirakan bahwa kerugian jasa ekosistem akibat deforestasi dapat mencapai triliunan dolar secara global dalam jangka panjang. Di Indonesia, dampak ini terasa langsung melalui peningkatan frekuensi dan intensitas bencana alam di wilayah-wilayah yang kehilangan tutupan hutannya.
Upaya Konservasi dan Tantangan ke Depan
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengerem laju deforestasi. Pemerintah Indonesia, bersama dengan organisasi non-pemerintah dan komunitas internasional, telah mengeluarkan kebijakan moratorium izin baru di lahan gambut dan hutan primer, serta melakukan penegakan hukum terhadap pelaku illegal logging. Tingkat deforestasi di Indonesia menunjukkan penurunan signifikan sebesar 75% pada tahun 2019-2020 dibandingkan periode sebelumnya, sebuah pencapaian yang positif. Namun, tantangan masih besar. Tekanan ekonomi untuk ekspansi pertanian, pertambangan, dan infrastruktur tetap tinggi, terutama di tengah populasi yang terus bertumbuh.
Diperlukan solusi jangka panjang yang tidak hanya fokus pada penegakan hukum, tetapi juga pada pemberdayaan masyarakat lokal, pengembangan ekonomi hijau, dan mekanisme pembiayaan berkelanjutan untuk konservasi. Edukasi publik mengenai pentingnya hutan dan tekanan konsumen global terhadap produk berkelanjutan juga memainkan peran penting. Senyapnya hutan yang terus berkurang bukan hanya kisah tentang hilangnya keindahan alam, melainkan sebuah narasi peringatan tentang ancaman fundamental terhadap masa depan planet kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berikan komentar terbaik atau pertanyaan untuk artikel di atas dan tetap setia mengunjungi "Guntara.com" dengan alamat www.guntara.com terimakasih!