Mengapa Idul Adha di Indonesia "Bisa Beda" dan "Bisa Sama" dengan Arab Saudi? - Guntara.com

Tuesday 15 September 2015

Mengapa Idul Adha di Indonesia "Bisa Beda" dan "Bisa Sama" dengan Arab Saudi?

Dzulhijjah 1436 H ini, lagi-lagi masyarakat disuguhi hiruk pikuk tentang perbedaan penentuan awal bulan kamariah yang berimplikasi pada perbedaan pelaksanaan Salat Idul adha, serta tentu saja waktu wukuf dan waktu puasa Arafah. Sudah menjadi pengetahuan umum di masyarakat, bahwa puasa Arafah dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah ketika para jamaah haji sedang melaksanakan wukuf di Arafah. Oleh sebab itu, akan menjadi problem ketika ternyata penentuan awal bulan Dzulhijjah di suatu tempat tidak sama dengan penentuan Pemerintah Arab Saudi sebagai "tuan rumah" penyelenggaraan ibadah haji.
Mengapa Idul Adha di Indonesia "Bisa Beda" dan "Bisa Sama" dengan Arab Saudi? www.guntara.com
Selamat Hari Raya Idul Adha (sumber gambar: kuliahdesain.com)
Tahun ini, di Indonesia saja, sudah pasti terjadi perbedaan penentuan awal Dzulhijjah. Muhammadiyah yang berpedoman kepada metode hisab dengan kriteria wujudul hilal 0 derajat, akan ber-Idul Adha pada tanggal 23 September, sementara Pemerintah yang berpedoman kepada metode hisab dengan kriteria imkanu rukyat 2 derajat telah mengumumkan Idul Adha jatuh pada tanggal 24 September. Perlu diketahui, antara Muhammadiyah dengan Pemerintah sesungguhnya sama-sama menggunakan metode hisab, hanya saja berbeda kriterianya, yaitu antara wujudul hilal dan imkanu rukyat. Itu saja ternyata masih terjadi perbedaan, karena ketinggian hilal pada saat magrib pasca ijtimak hari Ahad kemarin (13 September), menurut kriteria wujudul hilal sudah masuk tanggal baru sementara menurut kriteria imkanu rukyat belum masuk tanggal baru. Sementara Nahdlatul Ulama yang berpedoman pada metode rukyat, tentu saja harus menunggu hasil rukyat, jika rukyat berhasil maka masuk tanggal baru, jika rukyat gagal maka belum masuk tanggal baru (istikmal). Nah, hasil rukyat kemarin ternyata negatif, hilal gagal dirukyat, sehingga harus istikmal. Oleh sebab itu, NU akan berlebaran pada tanggal 24 September, bersamaan dengan penentuan pemerintah.

Perlu diingat di sini, bahwa terjadi penentuan yang sama antara NU dengan Pemerintah bukan berarti keduanya akan selalu bersamaan, sebab metode dan kriteria yang digunakan tidak sama. Demikian pula halnya dengan Muhammadiyah dan Pemerintah, belum tentu juga akan selalu berbeda, sebab ada perbedaan di kriteria. Bisa saja di waktu yang lain akan sama karena posisi hilal memenuhi masing-masing kedua kriteria tersebut. Jadi, tahun ini Pemerintah dan NU berbeda dengan penentuan hari Raya yang telah dilakukan oleh Muhammadiyah jauh hari sebelumnya. Muhammadiyah tanggal 23 September, Pemerintah dan NU tanggal 24 September.

Lalu, bagaimana kaitannya dengan Arab Saudi? Bagaimana dengan puasa Arafahnya? Bagaimana pula dengan jamaah haji di sana, kapan harus wukuf? Muncul kemudian pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Pertama, perlu dipahami bahwa sesungguhnya, Kalender resmi yang dipakai Pemerintah Arab Saudi adalah Kalender Ummul Qura, yang menggunakan metode hisab dengan kriteria miladul-hilal, kriteria yang nyaris mirip dengan wujudul hilal milik Muhammadiyah. Oleh sebab itu, tanggal 1 Dzulhijjah antara Kalender Muhammadiyah dengan Kalender Ummul Qura pun sama, yaitu jatuh pada tanggal 14 September, sehingga Idul Adha akan bertepatan dengan tanggal 23 September. Namun, perlu dipahami juga bahwa pemerintah Arab Saudi tidak menggunakan Kalender Ummul Qura sebagai acuan, melainkan menggunakan hasil rukyat. Oleh sebab itu jangan heran, kalau di Arab Saudi, meski kalender sudah tanggal 10 Dzulhijjah tetapi jamaah haji baru mengerjakan wukuf di Arafah. Ya, pelaksanaan ibadah tetap tergantung pada hasil rukyat, bukan hasil hisab (Kalender Ummul Qura). Jadi, tahun ini, ada kemungkinan terjadi seperti itu. Jika rukyat di Arab Saudi Ahad sore kemarin negatif, akan terjadi perbedaan antara Kalender Ummul Qura dengan Keputusan Pemerintah yang berdasarkan rukyat. Namun jika rukyat berhasil, antara kalender dan keputusan Pemerintah akan sama. Sampai saat ini, berita tentang Keputusan resmi Arab Saudi tentang Dzulhijjah 1436 masih simpang siur, belum diketahui mana yang pasti dan meyakinkan.

Kedua, bagi yang di Indonesia, yang memedomani hisab wujudul hilal, maka berpuasa Arafah tetap pada tanggal 9 Dzulhijjah yang jatuh pada tanggal 22 September. Hal ini karena memang perbedaan metode, sehingga dengan terpaksa harus ada perbedaan pelaksanaan ibadah. Tidak tepat kiranya jika di antara kita ada yang ber-"standar ganda", kalau puasa dan Idul Fitri ikut Muhammadiyah, sementara kalau Idul Adha ikut Arab Saudi. Itu sama halnya kalau puasa dan Idul Fitri pakai hisab, sementara kalau Idul Adha pakai rukyat.

Ketiga, kalau soal kapan wukuf, ya tentu saja harus mengikuti waktu lokal di Arab Saudi, tidak bisa membuat waktu sendiri di lokal yang berbeda. Oleh sebab itu, jamaah haji Indonesia mestinya menyesuaikan diri dengan waktu lokal Arab Saudi dalam menjalankan ibadah-ibadahnya termasuk wukuf di Arafah.

Demikian, sekedar memberi gambaran umum perbedaan yang akan terjadi pada Idul Adha 1436 H beberapa hari mendatang. Sebagai penutup, hiruk-pikuk yang hampir tiap tahun terjadi ini akan hilang dengan sendirinya jika umat Islam menyadari akan 2 hal sebagai berikut:
  1. Rukyat tidak dapat digunakan untuk menentukan awal bulan yang berkelanjutan (baca: kalender), karena rukyat mengandung banyak problema dan ketidakpastian. Silakan baca lagi catatan sebagaimana link berikut. [http://www.sangpencerah.com/2013/07/catatan-ribet-nya-rukyat-di-indonesia.html]
  2. Idealnya, puasa Arafah memang dilaksanakan bertepatan dengan jamaah haji wukuf di Arafah, yaitu pada tanggal 9 Dzulhijjah. Perhatikan, ada tiga unsur di sini, pertama puasa Arafah, kedua wukuf di Arafah dan ketiga tanggal 9 Dzulhijjah. Ketiga unsur tersebut mestinya satu kesatuan, tidak bisa jatuh pada hari yang berbeda. Namun, karena perbedaan metode dan kriteria penentuan awal bulan, maka terjadilah "kekacaubalauan" waktu ibadah tersebut. Idealitas satu kesatuan tanggal antara puasa Arafah, wukuf di Arafah dan tanggal 9 Dzulhijjah itu hanya dapat diselesaikan dengan adanya Kalender Hijriah Global. Tanpa itu, yakinlah, sampai kapan pun masalahnya tidak akan selesai.
Wallahu a'lam bish-shawab.

No comments:

Post a Comment

Berikan komentar terbaik atau pertanyaan untuk artikel di atas dan tetap setia mengunjungi "Guntara.com" dengan alamat www.guntara.com terimakasih!