Penyusunan Citra Komposit - Guntara.com

Saturday 13 April 2013

Penyusunan Citra Komposit


Citra multispektral ialah citra yang dibuat dengan saluran jamak. Berbeda dengan citra tunggal yang umumnya dibuat dengan saluran lebar, citra multispectral umumnya dibuat dengan saluran sempit. Dengan menggunakan sensor multispkctral, maka kenampakan yang diindera akan menghasilkan citra dengan berbagai saluran. Citra dengan saluran yang berbeda tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi kenampakan-kenampakan tertentu, karena saluran-saluran tersebut memiliki kepekaan terhadap suatu kenampakan.
http://mtnugraha.files.wordpress.com/2011/10/110.png
sumber gambar : mtnugraha.wordpress.com
Sensor multispektral akan menghasilkan beberapa citra dengan saluran yang berbeda dan masing-masing memiliki variasi nilai spektral yang berbeda. Citra-citra tersebut akan menggambarkan berbagai variasi interaksi kenampakan objek dengan panjang gelombang yang digunakan. Satu citra mungkin akan sangat jelas menggambarkan vegetasi dengan mampu membedakan berdasarkan kerapatan namun lemah dalam menggambarkan kenampakan tanah, kemudian dari citra yang lain mungkin sebaliknya. Untuk melakukan perbandingan dari citra-citra tersebut akan sangat tidak efektif. Namun apabila digunakan saluran lebar, maka kenampakan keseluruhan justru tidak dapat dibedakan dengan baik. Sehingga untuk dapat membedakan kenampakan-kenampakan tersebut digunakan citra komposit, yaitu menggabungkan saluran dari banyak citra tersebut menjadi satu citra yang mampu membedakan kenampakan secara lebih baik. [Projo, 1996].

Sistem multispektral menghasilkan liputan citra wilayah yang direkam pada berbagai saluran (band) spektral. Dengan sistem ini, suatu wilayah yang direkam pada n saluran akan menghasilkan n citra, yang masing-masig mempunyai variasi spektral yang berbeda. Setiap saluran sebenarnya peka terhadap kenampakan tertentu, sesuai dengan dasar pemilihan lebar dan interval spektrum seperti pada kurva pantulan spektral hasil pengamatan laboratorium. Kepekaan pada kenampakan tertentu (misalnya variasi kerapatan vegetasi) ini secara logis juga mengandung ketidak-pekaan terhadap kenampakan lain (misalnya perbedaan warna tanah). Akan tetapi, kalau saluran dengan interval panjang gelombang lebar yang digunakan, justru secara keseluruhan kenampakan tidak dapat dibedakan dengan baik. Dengan demikian, untuk dapat membedakan berbagai macam obyek dengan baik, beberapa saluran itu digunakan secara serentak. Pengamatan visual yang mengandalkan pada pembandingan kenampakan atas beberapa lembar citra dari saluran-saluran yang berbeda dirasa tidak efektif. Oleh karena itu, beberapa saluran itu ‘digabung’ kembali, dengan masing-masing penyusun telah memuat kelebihan komparatif dibanding saluran lain. [Projo, 2002].

Bagaimana data digital ini dapat tampil sebagai citra pada layar monitor atau dicetak pada kertas atau film? Tugas program pengolah citra adalah mengendalikan perangkat keras, terutama graphic card dan layar monitor, untuk mengubah data dalam domain spektral ini menjadi data dalam domain spasial. Byte demi byte data dalam citra digital yang terbaca (byte map) akan ditempatkan pada layar monitor secara berurutan, menempati sel-sel fosfor pada layar monitor. Dengan demikian, citra dengan resolusi spasial yang sama misalnya 30m, kemungkinan akan ditampilkan dengan tingkat kehalusan yang berbeda, bila ukuran sel-sel gambar pada layar atau resolusi layarnya berbeda. Layar monitor super VGA akan menyajikan sampai 1024 piksel dalam satu baris, sedangkan layar monitor CGA hanya 600 piksel. [Projo, 1996]

Sistem tampilan (display) citra pada layar monitor dewasa ini telah mampu menyajikan warna yang lebih lengkap. Apabila suatu sistem multispektral menghasilkan 3 citra yang masing-masing direkam pada 8 bit-coding, maka untuk menggabung kembali ketiganya menjadi citra berwarna pada layar monitor diperlukan kemampuan penyajian warna sebanyak 2(8)3 = 244 = 16,666 juta warna. Kemampuan ini didukung oleh ketersediaan graphic card tipe SVGA (Super Video Graphic Array) atau diatasnya, dengan graphic card memory minimum 1 MB dan layar monitor yang sesuai. Pada masa lalu, kemampuan ini belum didukung oleh layar monitor yang memadai, sehingga kemampuan sajian hanya terbatas 8 bit (256 warna saja). Jadi, ada persoalan bagaimana 3 macam citra yang masing-masing tersusun atas 8 bit informasi harus disajikan menjadi 256 warna saja.

Cara sederhana untuk menyajikan ketiganya secara berwarna ialah melalui kombinasi kompresi dan perentangan sekaligus, dan nilai baru yang muncul kemudian diberi warna (color assignment) mengikuti color palette atau Look-up Table (LUT) yang telah disediakan, yang paling sesuai untuk distribusi nilai komposit warna. Cara ini meliputi beberapa langkah sebagai berikut :

  1. Menerapkan kompresi citra, yaitu dengan memampatkan nilai piksel dari julat asli (misalnya 0-15, 0-32, dan sebagainya) menjadi 0-5, pada seluruh saluran spektral yang dilibatkan. Cara kompresi ini memanfaatkan rumus sebagai berikut : NPbaru = 5*(NPinput – NPminimum)/(NPmaksimum – NPminimum)
  2. Menentukan saluran mana yang diberi warna merah (dan kemudian seluruh nilai pikselnya dinamakan NPbaru-merah), mana yang diberi warna hijau (NPbaru-hijau), dan mana yang diberi warna biru (NPbaru-biru)
  3. Menerapkan nilai piksel pada citra komposit (NPkomp) berdasarkan NPbaru-merah, NPbaru-hijau, NPbaru-biru, dengan rumus sebagai berikut :NPkomp = 36*NPbaru-merah + 6*NPbaru-hijau + NPbaru-biru
  4. Menyajikan citra komposit ke layar monitor dengan pedoman palette warna yang telah ditentukan untuk nilai-nilai piksel komposit. [Projo, 2002].


Hampir semua paket pengolah citra selalu menggunakan asumsi bahwa masukan citra memiliki 256 tingkat keabuan. Bila nilai kecerahan ini kita sebut BV (Brightness value), maka dalam program selalu dinyatakan bahwa BV input berkisar dari 0 sampai 255. Masukan nilai dengan julat 256 tingkat keabuan ini dapat ditransformasi menjadi 5, 16, 32, 64 maupun 256 tingkat, tergantung pada kemampuan layar dan kebutuhan. Untuk keluaran dengan 256 tingkat keabuan, transformasinya adalah 1:1, sedangkan untuk keluaran yang lebih rendah tingkat keabuannya, transformasinya dapat diatur melalui pengelompokan BV. [Projo Danoedoro, 1996 : 60].

Teknik pseudo-colour digunakan untuk menonjolkan perbedaan nilai spektral yang tipis, tanpa melakukan perentangan kontras. Dengan pseudo colour, piksel-piksel bernilai rendah diberi warna biru, sedangkan nilai tengah diberi warna hijau, dan nilai tertinggi diberi warna merah. Untuk monitor 8 bit, nilai terendah nol diberi warna hitam, dan kemudian warna biru untuk nilai 1, 2, 3,....warna hijau untuk nilai 128, 129, 130,..., dan akhirnya warna merah untuk nilai 255 (ILWIS version 1.4 User Manual, 1994). Gradasi semacam ini dapat pula diterapkan dengan memberikan kombinasi warna yang berbeda, misalnya dari bitu gelap, ungu, magenta, merah, pink, sampai dengan putih. [Projo Danoedoro, 1996 : 60].

Citra komposit standar merupakan paduan tiga saluran dengan rujukan foto udara inframerah dekat. Artinya warna merah yang dihasilkan menunjukkan adanya vegetasi, warna biru gelap sampai agak cerah menunjukkan adanya tubuh air, dan seterusnya. Citra komposit warna yang lainpun dapat dihasilkan dengan membalik urutan pemberian warnanya, misalnya saluran inframerah diberi warna biru, saluran warna merah diberi warna merah, dan saluran hijau diberi warna hijau. Citra komposit ini dikatakan tak standar. Meskipun demikian bukan berarti bahwa citra komposit ini tidak dapat digunakan dalam proses pengenalan obyek. Kadang-kadang, justru citra komposit tak standar ini lebih ekspresif dalam menyajikan kenampakan obyek yang dijadikan pusat perhatian (misalnya tubuh air di sela-sela hutan lahan basah). Ketersediaan citra multispektral dengan jumlah saluran yang lebih banyak, termasuk saluran biru dan inframerah tengah, memberikan kemungkinan yang lebih banyak dalam membuat kombinasi citra komposit. Citra komposit warna asli pun dapat dihasilkan, bila tersedia saluran-saluran biru, hijau, dan merah. Untuk keperluan ini, citra satelit Thematic Mapper Landsat dapat digunakan. Sayangnya untuk Indonesia, saluran biru cenderung sangat sensitif terhadap kabut tipis, sehingga komposit warna asli yang dihasilkan pun kuran memuaskan. Lain halnya bila citra yang digunakan adalah wilayah lintang sedang yang beriklim kering, seperti halnya Afrika Utara. [Projo Danoedoro, 1996 : 63].

No comments:

Post a Comment

Berikan komentar terbaik atau pertanyaan untuk artikel di atas dan tetap setia mengunjungi "Guntara.com" dengan alamat www.guntara.com terimakasih!